Kamis, 17 Mei 2012

CARA MEMAAFKAN KESALAHAN ORANG LAIN
Arti maaf
Dari jawaban umum, kita bisa mengartikan memaafkan sebagai mengampuni kesalahan, tidak mendendam, memberi remisi, atau pembebasan .Secara psikologis,memaafkan merupakan proses menurunnya motivasi membalas dendam dan menghindari interaksi dengan orang yang telah menyakiti sehingga cenderung mencegah seseorang berespons destruktif dan mendorongnya bertingkah laku konstruktif dalam hubungan sosialnya (Cullough, Worthington, Rachal, 1997). Dari contoh pertanyaan-pertanyaan di atas terlihat banyak kejadian menyakitkan hati akibat dicaci, dibohongi, ditipu, atau dikhianati orang lain, yang membuat kita sering sulit memberi maaf. Mengapa?

Fiksi
Menurut Janis Spring (1996), ada lima anggapan keliru tentang memaafkan yang mungkin membuat kita berhenti belajar melakukannya.
1. Pemaafan terjadi secara total dan sekaligus.
2. Ketika Anda memaafkan, perasaan negatif terhadap orang lain berganti menjadi perasaan positif.
3. Ketika memaafkan seseorang, Anda mengakui perasaan negatif Anda padanya adalah salah atau tak dapat dibenarkan.
4. Bila Anda memaafkan, Anda tidak akan mendapat imbalan apa pun.
5. Bila Anda memaafkan seseorang, Anda melupakan luka hati Anda.

Dengan memercayai fiksi-fiksi tersebut, maka sepertinya tingkah laku memaafkan jauh untuk bisa kita jangkau dan membuat kita jadi berpikir hanya orang suci atau nabilah yang dapat melakukannya karena harus dilakukan tanpa syarat, secara total,
dan dengan cara mengorbankan diri pribadi.

Fakta
Memaafkan adalah bagian dari proses yang dimulai ketika kita berbagi rasa sakit hati setelah peristiwa menyakitkan berakhir dan akan berkembang begitu kita punya pengalaman mengoreksi diri, yang membangun kembali rasa percaya dan keakraban terhadap orang lain.Untuk memperbaiki dugaan keliru tadi, kita perlu melihat kenyataan yang sesungguhnya terjadi pada kita sebagai manusia biasa agar dapat lebih mudah belajar memaafkan kesalahan.

Fakta 1
Proses memaafkan selalu berlangsung perlahan dan berlanjut sepanjang hubungan kita dengan orang tersebut.
Mungkin saat ini kita hanya dapat memaafkan kesalahan seseorang sebanyak 10 persen, dan begitu kita membina hubungan kembali kita mungkin dapat menambah dengan 70 persen, tetapi tak pernah lebih banyak lagi. Hal di atas sah-sah saja. Kita tak perlu menjadi orang baik bila kita memaafkan secara total, kita juga tak perlu menjadi jahat bila tak bisa melakukannya. Kita hanya dapat memberi apa yang mampu kita berikan dan apa yang orang lain peroleh.

Fakta 2
Beberapa orang mungkin bertahan untuk memaafkan karena melihatnya sebagai ”penghentian permusuhan/dendam”, suatu kondisi di mana kepahitan lenyap digantikan rasa cinta dan kasih Padahal sebenarnya tak ada orang mampu mencapai kondisi seperti itu. Dalam hidup, luka psikis tak pernah sepenuhnya sembuh atau menghilang, ataupun secara ajaib digantikan hal positif lain. Yang benar, seperti halnya cinta yang matang, memaafkan membolehkan adanya pertimbangan serempak antara perasaan yang bertentangan, gabungan dari rasa benci dan cinta. Bila kita memaafkan, kebencian kita tetap ada, tetapi diimbangi dengan kenyataan orang yang menyakiti tidaklah begitu buruk ataupun kita yang telah sangat naif.

Fakta 3
Sebenarnya, dengan memaafkan bukan berarti kita mengingkari kesalahan pelaku atau ketidakadilan yang telah terjadi, tetapi hanya membebaskannya dari ganti rugi (retribusi).

Fakta 4
Beberapa orang tak mau memaafkan karena berpikir, ”Mengapa saya harus membebaskan seseorang dari kewajiban memperbaiki kesalahannya?” Padahal, dengan memaafkan tidak berarti kita lemah atau harus membuat orang lain jadi tidak bertanggung jawab. Bila tujuan kita berekonsiliasi, memaafkan memerlukan penebusan dari pelaku.
Pemaafan yang sesungguhnya tak bisa diberikan sampai pelaku membayarnya melalui pengakuan, penyesalan, dan penebusan.

Fakta 5
Yang benar, bagaimanapun orang yang disakiti tak pernah akan lupa seperti apa kita telah diperdaya atau dikhianati, apakah kita memaafkan atau tidak.

Setelah bertahun-tahun berlalu, kita akan tetap bisa mengingatnya, tetapi hanya sebagai bagian dari suatu gambaran/potret yang juga melibatkan masa-masa kebersamaan lain yang lebih positif dengan pelaku.

3 Kunci Rahasia
Lantas bagaimana caranya agar kita bisa lebih mudah memaafkan orang yang bersalah kepada kita? Apa yang perlu kita ketahui dan lakukan agar terbebas dari rasa tidak nyaman dan tersiksa karena sakit hati? Berikut ada tiga kuncinya.

Pertama
kita perlu memahami bahwa meskipun orang yang berbuat salah kepada kita harus menerima balasan atas perbuatannya, tidak berarti kita yang berhak menghukumnya. Orang yang bersalah memang pantas dihukum, tapi siapa yang melakukannya, dimana dan kapan, itu bukan urusan kita. Lagi pula, orang yang kita benci seringkali tidakmerasa bersalah dan tenang-tenang saja. Sebaliknya kitalah yang terbebani secara emosi. Setiap kali kita teringat orang yang kita benci, perasaan itu kembali muncul seketika. Karena itu kita yang akan rugi sendiri.

Kedua
memberi maaf tidak berarti membebaskan orang yang kita maafkan atas kesalahannya. Juga tidak berarti melepaskan orang yang bersalah dari hukuman formal, jika kesalahannya melanggar hukum positif. Penerimaan hukum formal oleh orang yang melakukan kejahatan tidak otomatis membuka pintu maaf. Buktinya, ada saja orang yang tetap tidak mau memaafkan orang lain meskipun yang bersangkutan sudah menjalani hukuman. Selain itu memberi maaf juga tidak mengubah nilai perbuatan salah menjadi benar. Meskipun kita memaafkan orang lain yang bersalah kepada kita, tidak berarti perbuatannya menjadi benar. memberi maaf berarti menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang berbuat salah kepada kita. Dan ini sebenarnya lebih untuk kebaikan orang yang memberi maaf daripada kebaikan orang yang dimaafkan. Maaf akan membebaskan yang bersangkutan dari beban emosi yang bisa merusak
mental dan tubuhnya.

Ketiga, agar lebih mudah memaafkan orang lain maka serahkan urusan kesalahan orang lain kepada Tuhan. Setiap orang pasti menerima konsekuensi dari tingkah lakunya. Jika baik, maka akan berbalas baik. Dan jika buruk maka balasannya juga buruk.
Tidak peduli apakah suatu keburukan akan dibalas dengan keburukan yang sama, akan dibalas langsung atau tertunda, akan dibalas di dunia atau di akhirat. Yang pasti, setiap keburukan pasti dapat balasan yang setimpal.

Dalam hidup ini Tuhan menciptakan apa yang kita sebut dengan hukum kekekalan energi. Energi tidak bertambah atau berkurang, hanya berubah bentuk. Semua tingkah laku kita merupakan energi, baik positif maupun negatif. Energi yang kita keluarkan pasti sama dengan yang kita terima, meskipun bentuknya bisa berbeda. Karena itu, jika kita menyakiti orang lain, maka energi negatif itu akan kembali kepada kita meskipun dengan bentuk lain.

Karena itu, dengan ketiga kunci tersebut diharapkan kita dapat memulai hari di awal tahun ini dengan bebas dari tekanan dan beban emosi. Dengan begitu,hidup lebih tenang dan juga kita akan terbebas dari penjara mental (ego) menuju kehidupan yang lebih damai dan bahagia.

Dikutip dari: http://dorry.mywapblog.com/

Tidak ada komentar: